Surabaya, Multaqomedia.com - Tahlilan sudah membudaya dan memiliki penerapan yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Tidak bisa digeneralisir salah semua hanya berdasarkan satu kejadian, lalu disalahkan NUnya.
Di tempat saya lahir di Malang dan tempat saya menikah di Surabaya, Tahlilan bukan momok yang menakutkan.
Karena yang menonjol adalah saling bantu, tetangga dan kerabat membawa bantuan baik bahan makanan, minuman hingga tenaga, mulai dari memasang kursi, menyapa tamu, memasak di dapur dan seterusnya.
Baca Juga: Kyai Ma'ruf Khozin: Di Hadapannya Aku Tetap Anak-Anak
Pihak tuan rumah yang sedang berbela sungkawa sama sekali tidak direpotkan apalagi memikirkan yang berat-berat.
Tradisi semacam ini telah sampai ke ulama di Makah dan beliau, Syekh Muhammad bin Ali Husain Al-Maliki, membenarkan dengan mencatumkan beberapa sumber riwayat:
اِعْلَمْ اَنَّ الْجَاوِيِّيْنَ غَالِبًا اِذَا مَاتَ اَحَدُهُمْ جَاؤُوْا اِلَى اَهْلِهِ بِنَحْوِ اْلاَرُزِّ نَيِّئًا ثُمَّ طَبَّخُوْهُ بَعْدَ التَّمْلِيْكِ وَقَدَّمُوْهُ ِلاَهْلِهِ وَلِلْحَاضِرِيْنَ عَمَلاً بِخَبَرِ "اصْنَعُوْا ِلاَلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا" وَطَمَعًا فِي ثَوَابِ مَا فِي السُّؤَالِ بَلْ وَرَجَاءَ ثَوَابِ اْلاِطْعَامِ لِلْمَيِّتِ عَلَى اَنَّ اْلعَلاَّمَةَ الشَّرْقَاوِيَ قَالَ فِي شَرْحِ تَجْرِيْدِ الْبُخَارِي مَا نَصُّهُ وَالصَّحِيْحُ اَنَّ سُؤَالَ الْقَبْرِ مَرَّةٌ وَاحِدَةٌ وَقِيْلَ يُفْتَنُ الْمُؤْمِنُ سَبْعًا وَالْكَافِرُ اَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا وَمِنْ ثَمَّ كَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ اَنْ يُطْعَمَ عَنِ الْمُؤْمِنِ سَبْعَةَ اَيَّامٍ مِنْ دَفْنِهِ اهــ بِحُرُوْفِهِ (بلوغ الامنية بفتاوى النوازل العصرية مع انارة الدجى شرح نظم تنوير الحجا 215-219)
Baca Juga: Kyai Ma'ruf Khozin: Jihad Ilmu
"Ketahuilah, pada umumnya orang-orang Jawa jika diantara mereka ada yang meninggal, maka mereka datang pada keluarganya dengan membawa beras mentah, kemudian memasaknya setelah proses serah terima, dan dihidangkan untuk keluarga dan para pelayat, untuk mengamalkan hadis: 'Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far' dan untuk mengharap pahala sebagaimana dalam pertanyaan (pahala tahlil untuk mayit), bahkan pahala sedekah untuk mayit. Hal ini berdasarkan pendapat Syaikh al-Syarqawi dalam syarah kitab Tajrid al-Bukhari yang berbunyi: Pendapat yang sahih bahwa pertanyaan dalam kubur hanya satu kali. Ada pendapat lain bahwa orang mukmin mendapat ujian di kuburnya selama 7 hari dan orang kafir selama 40 hari tiap pagi. Oleh karenanya para ulama terdahulu menganjurkan memberi makan untuk orang mukmin selama 7 hari setelah pemakaman" (Bulugh al-Amniyah dalam kitab Inarat al-Duja 215-219)
Memang pernah saya jumpai di sebuah daerah yang mengalami pergeseran tradisi dan budaya.
Baca Juga: Manasik Umroh yang Terdalam, Khazanah Kyai Ma'Ruf Khozin
Tidak lagi mendahulukan untuk mendoakan para almarhum dengan sedekah sesuai kemampuan atas pemberian tetangga dan kerabat, namun mengarah pada semacam keterpaksaan.
Di wilayah ini saya sepakat, budaya dan tradisi tahlilan bukan sebuah kewajiban. Jika tidak melakukan pun tidak terkena dampak hukum apa-apa. Atau sampai dikeluarkan dari NU? tidak sama sekali.
NU tidak sekecil anggapan kumpulan jemaah Yasin Tahlil. Tapi kalau sampai Tahlilan dibilang bidah atau dituduh tidak ada tuntunannya, ini yang akan saya hadapi karena ketidaktahuan metode istimbath dalam hukum Islam.