Multaqomedia.com - Lirboyo merupakan nama sebuah desa yang oleh KH Abdul Karim dikaitkan menjadi nama Pondok Pesantren. Tempatnya terletak di barat Sungai Brantas, di lembah gunung Willis, Kota Kediri.
Berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo berkaitan erat dengan kepindahan dan menetapnya KH Abdul Karim ke desa Lirboyo tahun 1910 M.
Selama perjalananny sebagai seorang musafir, Kyai Karim tinggal di berbagai pesantren, seperti Pesantren Sono, Kedungdoro, Tebuireng dan lalu menikah dengan Nyai Dlomoroh atau Nyai Siti Khodijah.
Pondok Pesantren Lirboyo berkembang menjadi pusat studi Islam sejak puluhan tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Bahkan dalam peristiwa-peristiwa kemerdekaan, Pondok Pesantren Lirboyo ikut berperan dalam pergerakan perjuangan dengan mengirimkan santri-santrinya ke medan perang seperti peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Sebagai Pusat pendidikan Islam, Pondok Pesantren Lirboyo mencetak generasi bangsa yang cerdas ruhaniyah, juga smart-intelektual, mumpuni dalam keberagaman bidang, juga keberagamaan Islam yang otentik.
Pondok Pesantren Lirboyo memadukan antara tradisi yang mampu mengisi kemodernitasan dan terbukti telah melahirkan banyak tokoh-tokoh yang saleh keagamaan, sekaligus saleh sosial.
Baca Juga: Pesantren dan Budaya Matur Suwun, Refleksi Atas Tradisi Santri
Hal ini karena ditunjang dengan kurikulum yang sampai saat ini masih dipertahankan. Tingkatannyapun dibagi menjadi beberapa tingkatan. Di antaranya adalah kelas 1 Ibtidaiyah ditempuh selama 6 tahun, yang dipungkasi dengan fathul qarib dan imrithi.
Kelas Tsanawiyah, ditempuh selama 3 tahun, dengan pelajaran pungkasnya adalah Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in dan dilanjutkan menjadi Jauharul Maknun.
Kelas Aliyah ditempuh selama 3 tahun, yang akhirnya dipelajari adalah kitab Al-Mahlli dan Uqudul Juman.
Itulah ringkasan sejarah dan kurikulum pesantren lirboyo, yang telah meluluskan berbagai santri dengan kiprah yang tidak hanya nasional, tetapi juga internasional.
