Oleh: Yasser Arafat Nur
Multaqomedia.com - Masjid-masjid kuno dengan desain segaran (kolam) di sisi selatan, timur, dan utara, dan terkadang sisi barat, tidak dikonsepsikan oleh para wali di Jawa hanya sekedar untuk tempat mencuci kaki atau berwudhu.
Lebih dari itu, masjid-masjid itu dibuat untuk mengejawantahkan ayat-ayat al-Quran. Jadi epsitemologi keislamannya jelas sekali.
Di dalam al-Quran, Surat Hud ayat 7, diceritakan bahwa arsy-nya Gusti Allah itu di atas air. Lalu para wali membangun masjid sebagai peng-hadir-an ayat suci di sini dan saat ini.
Baca Juga: Manasik Umroh yang Terdalam, Khazanah Kyai Ma'Ruf Khozin
Ayat tidak "mengonggok" hanya sebatas di dalam mushaf atau lembaran-lembaran. Melalui pembangunan masjid-masjid seperti ini, mereka seolah sedang ingin mengatakan: beginilah arsy Gusti Allah sebagaimana dikabarkan di dalam al-Quran.
Para wali dulu, untuk mengajarkan keimanan pada Gusti Allah, mereka langsung menghadirkan semacam fakta empirik-simbolik untuk menguatkan kurikulum pendidikan kewalian berbasis pada: iman, tokid, makrifat, islam.
Baca Juga: Renungan Kehidupan, Pacaran Sehat Menuju Sakinah
Ini photo Masjid Pathok Nagari Plosokuning. Satu di antara beberapa masjid tua di Yogyakarta yang masih terlestari segaran (kolam)nya. Begini inilah peradaban kewalian di tanah kami, tanah keramat.