Multaqomedia.com - Di bawah jembatan itu, sungai masih mengalir seperti dulu. Para penambang pasir berbahu legam. Suara aliran air masuk ke dalam telingaku, mengisahkan perjalanan kembara yang panjang dan melelahkan.
Dan seperti di dalam kedua lubuk matamu, kolam ikan yang bening. Pada halaman doa-doa, kuziarahi penyesalan. Kembang dan kupu, lagu dan rindu. Tapi sepi.
Maha derita yang baka.
Baca Juga: Puisi Gus Taufiq Wr. Hidayat, Pistol Kesepian
Di atas jembatan itu, sisa pertemuan masih biru. Dari balik jendela, bayangan memanjang. Lalu hilang. Sebelum akhirnya kembali datang. Bergantian.
Di antara kabut dan pertanyaan, entah keisengan demi keisengan. Di dalam hujan. Di dalam banjir yang menghanyutkan kulkas dan almari pakaian. Kucari namamu di antara ragu dan keluh.
Stasiun hujan.
Di rimbun diam.
Di lebat malam
Baca Juga: Puisi Rindu Telah Habis dan Lainnya, Karya Ayu Lestari
Di tempat lain, seseorang bercerita perihal percintaan di antara pohon-pohon yang mengering pada musim kemarau, jalan panjang yang bersih.