Tak Kunjung Tersangkakan Yaqut di Kasus Kuota Haji, KPK Digugat Praperadilan

- Selasa, 11 November 2025 | 13:25 WIB
Tak Kunjung Tersangkakan Yaqut di Kasus Kuota Haji, KPK Digugat Praperadilan


MULTAQOMEDIA.COM -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat praperadilan, lantaran dinilai menghentikan pengusutan dugaan korupsi kuota haji pada 2023 hingga 2024, yang turut menyeret mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

Gugatan diajukan Aliansi Rakyat Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI) bersama Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Pimpinan KPK, Setyo Budiyanto dan kawan-kawan, ditetapkan sebagai pihak tergugat.

"Para Pemohon bermaksud mengajukan Permohonan Pra Peradilan Tidak Sahnya Penghentian Penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengalihan Kuota Haji 2024 Yang Diduga Dilakukan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas," jelas Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11/2025).

Gugatan tercatat secara resmi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak Jumat (7/11/2025) lalu. Sidang pertama rencananya digelar pada Senin (17/11/2025), dengan nomor perkara 147/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel. Kurniawan dan kawan-kawan berharap hakim tunggal yang memimpin persidangan mengabulkan permohonan mereka.

"Atau apabila Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara Praperadilan ini memiliki pendapat lain, maka mohon untuk memutus perkara praperadilan ini dengan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," pungkas Kurniawan.

Sampai berita ini diturunkan, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi mengenai gugatan tersebut.

Sebelumnya, penyidik KPK diketahui telah memeriksa sekitar 350 biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Pemeriksaan ini terkait dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji pada periode 2023–2024, yang terjadi di era kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Pemeriksaan dilakukan untuk menyinkronkan perhitungan jumlah kuota yang diterima setiap biro travel guna mengungkap potensi kerugian negara. Nilai kerugian negara dalam kasus ini disebut-sebut menembus angka lebih dari Rp1 triliun.

Namun, di balik pemeriksaan masif yang dilakukan, penetapan tersangka justru tak kunjung dilakukan. Padahal, KPK sempat berjanji akan mengumumkannya dalam waktu dekat sejak Rabu (10/9/2025). Nyatanya, lebih dari dua bulan berlalu, kepastian tentang siapa tersangkanya masih juga belum disampaikan.

"Kapan ini ditetapkan tersangkanya? Dalam waktu dekat, pokoknya dalam waktu dekat," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2025) lalu.

Asep menegaskan bahwa pengumuman akan disampaikan secara resmi dalam sebuah konferensi pers. “Nanti dikabarkan ya, pasti dikonperskan dalam waktu dekat ini. Ini apa namanya, dipantengin saja,” ucapnya.

Sayangnya, janji itu hingga kini belum juga terealisasi. Asep pun kembali meminta masyarakat untuk bersabar. Menurutnya, penyidik masih harus memeriksa keterangan dari berbagai pihak yang terkait dengan dugaan korupsi kuota tambahan haji 2023–2024.

“Kemudian terkait dengan perkara haji. Ini kapan diumumkan tersangkanya? Sabar ya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).

Dia memaparkan, penyidik masih terus menelusuri dugaan keterlibatan sejumlah biro travel yang diduga menerima kuota tambahan haji secara melawan hukum. KPK juga menyelidiki dugaan praktik pembayaran commitment fee untuk mendapatkan kuota tersebut.

Biro travel yang sedang diselidiki, lanjutnya, tersebar di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

“Travel-nya tersebar di seluruh Indonesia, dan juga untuk kuota itu juga tersebar. Tidak hanya di satu travel saja. Di seluruh travel. Jadi kita, masing-masing travel kita, dan itu masing-masing travel berbeda-beda. Berbeda-beda, makanya kita harus ngecek, mohon bersabar,” tuturnya.

Kasus dugaan korupsi ini sebenarnya telah naik status menjadi penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Meski begitu, KPK belum mengumumkan siapa tersangkanya. KPK hanya menyebut akan segera menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara yang diperkirakan melampaui Rp1 triliun.

Akar kasus ini berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Tambahan kuota itu kemudian dilobi oleh sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat Kemenag, yang berujung pada terbitnya Surat Keputusan Menteri Agama pada 15 Januari 2024.

Kuota tambahan tersebut dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dari kuota khusus itu, 9.222 dialokasikan untuk jemaah dan 778 untuk petugas. Pengelolaannya kemudian diserahkan kepada PIHK. Catatan KPK menunjukkan setidaknya 13 asosiasi dan 400 biro travel terlibat dalam pengelolaan kuota tambahan ini.

Sementara itu, kuota reguler sebanyak 10.000 jemaah didistribusikan ke 34 provinsi. Jawa Timur mendapat jatah 2.118 jemaah, disusul Jawa Tengah 1.682 jemaah, dan Jawa Barat 1.478 jemaah.

Namun, mekanisme ini diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan tersebut menyebut proporsi kuota yang benar adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Dalam prakteknya, kuota haji khusus diduga keras diperjualbelikan. Biro travel diwajibkan menyetor sejumlah uang kepada pejabat Kemenag senilai USD 2.600–7.000 per kuota. Jika dirupiahkan, nilainya sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta (dengan kurs Rp16.144,45). Transaksi ini diduga dilakukan melalui asosiasi travel dan diserahkan secara berjenjang kepada pejabat Kemenag.

Dana setoran itu lalu diduga digunakan untuk pembelian aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang berhasil disita KPK pada Senin (8/9/2025). Rumah tersebut diduga dibeli oleh seorang pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag dengan menggunakan uang hasil dari commitment fee.
 

Komentar