Meski belum ada rincian jelas soal tata kelola Gaza pascaperang, langkah Netanyahu diyakini berkaitan dengan dokumen yang pernah dipresentasikan kepada pemerintah pada akhir 2023 berjudul “Program Keamanan dan Pemulihan Gaza, Bagaimana Seharusnya Hari Setelahnya?”.
Dokumen 32 halaman yang disusun Forum Pertahanan dan Keamanan Israel bersama Pusat Keamanan dan Luar Negeri Yerusalem itu menguraikan skenario hari setelah jatuhnya Hamas.
Rencana tersebut menekankan rekonstruksi ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta mencabut ideologi pembunuh yang disebut sebagai proses de-Nazifikasi.
Namun, dokumen itu menegaskan bahwa rencana tersebut mengecualikan kedaulatan Palestina, keterlibatan Otoritas Palestina (PA), maupun keberadaan badan PBB UNRWA dalam distribusi bantuan.
Pernyataan Netanyahu bertolak belakang dengan komentar Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, yang bulan lalu menegaskan bahwa Israel tidak berencana menguasai Gaza secara permanen.
“Kami tidak memiliki niat untuk melakukannya. Sehubungan dengan Jalur Gaza, kami hanya memiliki kekhawatiran keamanan,” ujar Sa’ar.
Meski demikian, Netanyahu merujuk pada usulan Presiden AS Donald Trump terkait pemukiman kembali penduduk Gaza di negara lain.
“Kami (akan) melaksanakan rencana Trump. Itu adalah rencana yang baik. Penduduk Gaza yang ingin pergi, boleh pergi,” ujarnya.
Rencana itu memicu kecaman luas dari negara-negara kawasan dan kelompok kemanusiaan internasional, yang menilai pemindahan paksa penduduk Gaza melanggar hukum internasional.
Trump sebelumnya menggambarkan visinya untuk menjadikan Gaza sebagai Riviera Timur Tengah dengan hotel-hotel resor mewah dan pusat perbelanjaan.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Geser Ellison, Pendiri Google Larry Page Jadi Orang Terkaya Kedua di Dunia
Mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro Dijebloskan ke Penjara Usai Jalani Tahanan Rumah
48 WNI Ditangkap dalam Operasi Besar-besaran Online Scam di Myanmar
Trump Siap Tawarkan F-35 dan Ajak Arab Saudi Jalin Hubungan dengan Israel