Ia menegaskan bahwa kewenangan Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi harus dipandang sebagai mekanisme koreksi terhadap potensi kesalahan atau penyalahgunaan hukum yang bermuatan politis.
“Kalau Presiden mengkoreksi peradilan yang sesat, itu harus didukung. Tapi kalau Presiden yang justru menginisiasi peradilan sesat, itu yang harus dicegah,” tegasnya.
Pemberian amnesti dan abolis sesungguhnya i bukan hal baru dalam sejarah politik Indonesia. Sejak era awal kemerdekaan hingga pemerintahan reformasi, presiden beberapa kali menggunakan kewenangan ini.
Tujuannya untuk meredakan ketegangan politik, mengoreksi kekeliruan hukum, atau memulihkan keadilan bagi pihak-pihak tertentu
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Gus Yahya Tantang Rais Aam Makzulkan Dirinya di Muktamar PBNU
Roy Suryo Bersumpah: Demi Allah Lembar Pengesahan Skripsi Jokowi Tidak Ada
Prabowo Perintahkan Audit Empat RS Papua Usai Tragedi Ibu Hamil
Ahmad Ali Terang Benderang Lecehkan Megawati