Tanda Alam Sebelum Raja Solo Wafat, Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo

- Minggu, 02 November 2025 | 13:00 WIB
Tanda Alam Sebelum Raja Solo Wafat, Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo


MULTAQOMEDIA.COM
- Wafatnya Raja Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, Pakubuwono XIII (PB XIII) pada Minggu (2/11/2025) masih menyisakan cerita, terutama bagi adiknya, KGPH Surya Wicaksana.

Pria yang akrab disapa Gusti Neno ini bercerita, tanda alam muncul sebelum keturunan dinasti Mataram Islam itu mangkat.

Sebuah pohon tua besar tumbang di Pesanggrahan Langenharjo, tempat peristirahatan dibangun Pakubuwono IX pada 1870 untuk semedi dalam rangka bermeditasi.

Pesanggrahan Langenharjo terdapat di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo. Lokasinya 10 kilometer dan dapat ditempih sekitar 20 menit dari Keraton Solo.

Berdiri di tepi sungai (utara Sungai Bengawan Solo), Pesanggrahan Langenharjo dikelilingi oleh pohon-pohon besar membuat hijau kompleks area yang terdiri dari beberapa bangunan.

Gusti Neno kepada Tribunnews mengungkapkan, pohon yang tumbang itu adalah pohon jambu mete.

"Jadi pada 31 Oktober 2025 beberapa hari lalu, pohon itu tumbang saat hujan deras dan angin kencang. Menimpa bangunan semi permanen di dekat pendopo pesanggrahan," ujarnya pada Minggu siang.

Lantas, meninggalnya Sinuhun PB XIII pada Minggu pagi memunculkan desas desus di tengah masyarakat.

Termasuk tak sedikit yang menyebut tumbangnya pohon besar di Pesanggrahan Langenharjo adalah sinyal duka kehilangan sang raja.

"Dan memang biasanya di Pesanggrahan Langenharjo segala hal terkait alam itu memberikan semacam perlambang atau sinyal atau sasmita (tanda)," jelasnya.

"Iya apa tidaknya (kebenaran) itu tergantung masing-masing individu yang melihat lambang-lambang alam tersebut."

Gusti Neno adalah adik ke-27 dari PB XIII. Mereka adalah 35 bersaudara keturunan PB XII.

PB XII semasa hidup memiliki enam istri, total 15 putra dan 20 putri.

Sementara, PB XIII yang pada Minggu pagi meninggal adalah anak kedua (laki-laki tertua) dari PB XII.

Wafatnya PB XIII meninggalkan tujuh anak. Termasuk putra bungsu KGPH Purbaya yang menjadi putra mahkota.

Wafat Minggu Pagi


Sinuhun Pakubuwono XIII wafat pada Minggu (2/11/2025) sekitar pukul 07.30 WIB di Rumah Sakit Indriati, Sukoharjo. Sekitar pukul 10.45 WIB, jenazah diantar ambulans tiba di Keraton Kasunanan Surakarta.

Rencananya, jenazah akan diarak menggunakan kereta kencana khusus yang ditarik delapan ekor kuda.

Menurut adik kandung PB XIII, KGPH Puger, kereta tersebut terakhir kali dipugar pada masa pemerintahan Pakubuwono X.

Kereta kencana itu akan membawa jenazah hingga Loji Gandrung.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan ambulans menuju Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

KGPH Puger menjelaskan bahwa kereta jenazah hanya dipakai untuk mengantar raja dari dalam keraton hingga ke luar, sebelum kemudian diganti dengan ambulans di Ndalem Wuryoningratan.

“Kereta jenazah digunakan untuk mengantar dari dalam keraton hingga keluar. Dari sini ke Ndalem Wuryoningratan, baru ganti ambulans,” ujarnya, diberitakan Tribun Solo.

Kereta pusaka tersebut disimpan di gedung penyimpanan kereta di kawasan Talangpaten dan memang hanya difungsikan untuk mengiringi jenazah raja.

Usai dimandikan, jenazah akan disemayamkan di Masjid Pujosono yang berada di belakang Sasana Sewaka.

Pada Rabu (5/11/2025), jenazah dijadwalkan diberangkatkan melalui Magangan dan melewati Alun-Alun Selatan (Kidul).

KGPH Puger menambahkan, tidak ada prosesi adat khusus yang digelar.

Tata cara pemakaman raja pada dasarnya serupa dengan masyarakat umum, termasuk tradisi berobosan yang dilakukan di Paningrat, hanya saja lokasi pelaksanaannya berbeda.

Menurutnya, perbedaan utama terletak pada destinasi akhir, karena raja memiliki masjid sendiri serta tempat khusus bernama Parasdya.

PB XIII meninggal dunia pada usia 77 tahun setelah mengalami sejumlah komplikasi penyakit.

Selama beberapa minggu terakhir, dia menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Indriati, Solo Baru.

Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan bahwa kondisi Sinuhun sempat membaik sebelum akhirnya kembali memburuk.

“Iya, cukup lama, sebelum Adang Dal beliau sempat masuk rumah sakit, kemudian lumayan sehat dan kondur (pulang). Namun setelah acara Adang Dal itu, beliau sakit lagi, masuk lagi sampai sekarang. Sebenarnya sudah lama beliau sakit. Terakhir komplikasi, termasuk gula darahnya tinggi dan seterusnya. Sudah sepuh juga,” jelas Eddy, dikutip dari Tribun Solo.

Sumber: tribunnews

Komentar