Polisi Bunuh Warga Sipil, Presiden Prabowo: Itu Khilaf!

- Selasa, 02 September 2025 | 08:30 WIB
Polisi Bunuh Warga Sipil, Presiden Prabowo: Itu Khilaf!




MULTAQOMEDIA.COM - Presiden Prabowo Subianto mengatakan, aparat kepolisian dapat berbuat khilaf saat sedang bertugas menegakkan hukum, termasuk dalam menangani aksi unjuk rasa.


Hal tersebut disampaikan Prabowo usai menjenguk 17 polisi dan masyarakat yang menjadi korban demo ricuh di Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur, Senin (1/9/2025).


"Saya datang karena polisi kadang-kadang... Iya, namanya menegakkan hukum, kadang-kadang ada yang khilaf, kadang-kadang ada yang keterpaksaan," kata Prabowo, Senin.


Prabowo melanjutkan, Polri bakal menindak tegas polisi-polisi yang berbuat kesalahan.


Namun, ia mengingatkan bahwa selain polisi yang berbuat salah, ada juga polisi yang berkorban untuk menjaga keamanan di berbagai daerah.


"Ini sedang diselidiki, kalau ada kesalahan akan ditindak. Tapi jangan lupa, puluhan petugas yang berkorban, polisi siang malam menjaga keamanan di seluruh pelosok tanah air," imbuh Prabowo.


Di samping itu, Prabowo menilai bahwa orang yang bertanggung jawab akan adannya korban dalam aksi unjuk rasa adalah pihak-pihak yang berbuat kerusuhan.


"Kalau ada korban yang benar-benar salah adalah yang membuat kerusuhan sampai rakyat tidak berdosa, korban," ujar dia.


πŸ‘‡πŸ‘‡



Sederet Kasus Anggota Polisi Bunuh Warga Sipil yang Jadi Sorotan Publik pada 2024


Pada 2024, terjadi beberapa kasus penembakan dan pembunuhan warga sipil oleh aparat kepolisian. Kasus kematian bocah berumur 13 tahun di Padang dan polisi tembak siswa SMK di Semarang dikemas dengan skema yang sama, yakni korban yang dituduh tawuran.


Tak cuma pembunuhan, terdapat kasus kriminalitas yang dilakukan anggota polisi yang mencuri mobil warga usai ia membunuhnya. Ada pula kasus anggota polisi yang menganiaya ibunya sendiri hingga tewas.


Berikut sederet kasus penembakan dan pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada 2024.


1. Kematian Bocah 13 Tahun di Jembatan Kuranji, Padang


Afif Maulana, bocah berumur 13 tahun yang ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Padang. 


Ia diduga tewas karena dianiaya anggota Samapta Bhayangkara yang bertugas melerai tawuran pada Ahad 9 Juni 2024. 


Kronologi dari polisi menyebutkan bahwa korban terlibat dalam konvoi yang kemudian sengaja menjatuhkan diri ke jembatan saat bertemu polisi.


Sementara itu Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang merilis hasil investigasi yang dilakukan dengan wawancara pada saksi kunci yang merupakan teman korban. 


β€œTeman korban berinisial A itu bercerita, jika pada malam kejadian korban berboncengan dengannya di Jembatan Aliran Batang Kuranji, β€œ ujar Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Indira Suryani menduga, pada Kamis, 20 Juni 2024.


Kemudian, korban AM dan A yang sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang sedang melakukan patroli. Tiba-tiba kendaraan korban ditendang oleh polisi dan AM terlempar ke pinggir jalan. 


Ketika itu, kata A kepada LBH Padang, jaraknya sekitar 2 meter dari AM. Lalu, A diamankan oleh polisi ke Polsek Kuranji. A sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, tapi kemudian mereka terpisah.


2. Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang


Seorang siswa SMK inisial GRO usia 17 tahun, tewas usai didor polisi di bagian pinggul. Kejadiannya terjadi pada Ahad dini hari, 24 November 2024. 


Menurut pembelaan Polrestabes Semarang, personelnya, Aipda RZ, melepaskan timah panas kepada korban lantaran remaja tersebut melawan saat dilerai dari tawuran.


Keterangan polisi berbeda dengan penuturan sejumlah saksi yang menyebut tidak ada tawuran di TKP. Pernyataan itu didukung rekaman CCTV di tempat tersebut. 


Dalam video yang beredar di media sosial tampak bagaimana Aipda RZ melepaskan tembakan kepada korban.


3. Brimob Tembak Mati Pencuri Kelapa Sawit


Personel Satuan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan pengamanan di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bumi Permai Lestasi (BPL) dilaporkan menembak mati warga yang melakukan pencurian buah kelapa sawit.


Korban diketahui bernama Beni warga Dusun Sungkai Desa Tugang Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat meninggal dunia di areal perkebunan sawit PT BPL, Ahad Sore, 24 November 2024 sekitar 16.00 WIB dan dimakamkan Senin Pagi, 25 November 2024.


Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Bangka Belitung Komisaris Besar Fauzan Sukmawansyah mengatakan peristiwa tersebut bermula saat satuan Brimob menindaklanjuti laporan pihak perusahaan yang melaporkan telah terjadi pencurian di wilayah perkebunan perusahaan. 


Personel Brimob dan staf asisten PT BPL kemudian mendatangi lokasi tersebut dan melihat ada lima orang pencuri sedang menjalankan aksinya.


Ia menyebut para personel Brimob dan staf asisten PT BPL sempat memberikan imbauan untuk berhenti dan diberikan tembakan peringatan sebanyak 12 kali. Namun, personel akhirnya menembak salah satu pelaku. 


Fauzan mengaku korban sempat diberikan tindakan medis di puskesmas terdekat sebelum akhirnya meninggal.


4. Polisi Bunuh Ibu Kandung di Cileungsi


Sepekan setelah kejadian naas yang menimpa GRO, pada Ahad, 1 Desember 2024, seorang ibu tewas di tangan anaknya yang merupakan seorang polisi. 


Anggota Kepolisian Resor Kota Bekasi itu bernama Ajun Inspektur Dua Nikson Pangaribuan alias Ucok.


Polisi berpangkat Bintara, umur 41 tahun itu berdinas di salah satu polres di Polda Metro Jaya itu menganiaya ibu kandungnya hingga meninggal. Polisi bunuh ibu kandung itu terjadi di Desa Dayeuh, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.


5. Polisi Curi Mobil dan Bunuh Warga


Kasus ini mencuat usai penemuan mayat berjenis kelamin laki-laki di Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah pada Jumat, 6 Desember lalu. Mayat itu ditemukan tanpa identitas.


Seorang sopir taksi online, Muhammad Haryono, lantas mendatangi Polres Palangkaraya pada 10 Desember. Ia memberikan informasi mayat itu diduga dibunuh oleh Brigadir Anton. 


Haryono menceritakan Brigadir Anton mulanya menghampiri korban dan mengaku sebagai Polda yang mendapat informasi tentang pungutan liar di Pos Lantas 38. Anton kemudian mengajak korban menaiki mobil Daihatsu Sigranya untuk mendatangi Pos Lantas 38. 


Ini guna meyakinkan korban soal pungutan liar. BA pun menurut, lalu duduk di kursi kiri depan sebelah Haryono yang memegang kemudi.


Anton lalu meminta Haryono mengemudi ke arah Kasongan, Kabupaten Katingan. 


Kemudian, ia meminta Haryono untuk kembali dan putar arah. Pada posisi tersebut, Haryono mendengar letusan tembakan.


Setelah letusan tembakan, Anton meminta Haryono untuk putar balik ke arah Kasongan. 


Kemudian terdengar letusan tembakan kedua. Setelah itu, Korba dibuang dan mobil Grandmax dicuri.


Sumber: Tempo

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.

Terkini